Arsip Blog

Rekor efisiensi sel surya thin film dipegang oleh Solar Frontier (22.3%)

Rekor efisiensi sel surya thin film sekarang jatuh ke Solar Frontier, salah satu perusahaan fotovoltaik dari Jepang. Mereka berhasil mencapai efisiensi 22.3% pada sel ukuran 0.5 cm2. Sebelumnya rekor efisiensi dipegang oleh ZSW Stuttgart Germany (Stuttgart Centre for Solar Energy and Hydrogen Research) dengan efisiensi 21.7%. Mereka menggunakan Copper Indium Gallium Diselenide/Disulfide (CIGS) sebagai photoabsorber. Untuk saat ini msih belum jelas aspek apa secara detail yang mereka berhasil tingkatkan untuk mencapai efisiensi ini, namun dari situs resminya disebutkan bahwa optimasi absorber CIGS and junctionnnya yang memegang peran penting. Target jangka panjang mereka adalah efisiensi lebih dari 30% dengan teknologi CIGS.

Efisiensi adalah faktor penting dalam harga cost/watt suatu modul surya. Dengan meningkatnya efisiensi sel surya, maka cost/watt akan semakin turun, dengan catatan cost teknologi untuk memproduksi sel surya tersebut tidak berbeda jauh/tetap atau bahkan lebih murah.

 

c051173

Sel surya thin film CIS dari Solar Frontier.  Sumber: Solar Frontier

*Sumber: http://www.solar-frontier.com/eng/news/2015/C051171.html

 

Penjualan modul surya di Jepang meningkat pesat sejak diberlakukan skema subsidi FIT

Sejak pemberlakuan skema subsidi FIT di Jepang mulai Juli 2012 yang lalu, dimana perusahaan listrik negara diharuskan membeli listrik yang dihasilkan oleh modul surya konsumen pada harga yang telah ditentukan, penjualan modul surya terus meningkat pesat dan tahun 2013 ini peningkatannya mencapai lebih dari dua kali lipat di banding tahun 2012.

Skema subsidi ini dilakukan oleh pemerintah Jepang setelah tragedi di Fukushima, untuk mendorong pemakaian energi alternatif sebagai sala satu cara mengurangi kebergantungan Jepang terhadap energi nuklir.

Tabel dibawah menunjukan akumulasi  penjualan modul surya dalam MW per tiga bulan. Angka yang ada didalam kurung menunjukan besarnya prosentase perubahan dibanding tahun lalu.

 

—————————————————Jan-Mar 2013    Oct-Dec 2012  July-Sept 2012  Apr-June 2012

Sel surya lokal                     882 (+202.1)         662 (+113.7)     424  (+50.7)      313  (+43.5)

Sel surya impor                  852 (+757.7)        342 (+253.5)     203 (+206.7)     132 (+228.2)

Penjualan dalam negeri  1,734 (+342.9)    1,003 (+146.9)   627  (+80.3)     445  (+72.2)

Penjualan luar negeri            130 (-20.2)        111  (-65.6)        153  (-57.3)      168  (-61.7)

*Sumber: http://www.reuters.com/article/2013/06/03/energy-japan-solar-idUSL3N0EC2LS20130603

Kombinasi Teknologi Fotovoltaik dan Batere Mulai Digunakan Sebagai Salah Satu Solusi Menurunkan Konsumsi dan Tagihan Listrik di Jepang

Beberapa bulan lagi sekitar bulan Juni-Agustus, Jepang akan mengalami musim panas. Sudah menjadi tradisi bahwa konsumsi listrik pada musim panas akan meningkat secara tajam terutama karena kebutuhan penggunaan air conditioner diberbagai tempat, baik rumah, kantor, mall, bahkan di kereta sekalipun. Dengan di non-aktifkannya beberapa reaktor nuklir akibat bencana Fukushima, pemerintah Jepang harus mencari cara untuk mensuplai kebutuhan listrik yang tinggi ini dengan memerhatikan keamanan masyarakat tapi juga suplai yang stabil. Kombinasi antara sistem fotovoltaik dan teknologi batere menjadi sangat menarik karena batere bisa menyimpan listrik yang dihasilkan oleh fotovoltaik pada waktu siang hari, dan ketika matahari sudah tenggelam listrik yang tersimpan bisa digunakan. Menjadi lebih menarik lagi krena di Jepang sistem ini sudah terintegrasi dengan jaringan listrik nasional, sehingga listrik dari jaringan bisa disimpan dibatere disamping memaksimalkan sistem Feed-In-Tariff (FIT) nasional sehingga tagihan listrik konsumen bisa ditekan.

Tarif listrik di Jepang menggunakan sistem Time-of-Use (TOU), yaitu sistem tarif yang berbeda tergantung waktu, berbeda dengan sistem tarif konvensional yang flat sepanjang waktu. Gambar 1 dibawah menunjukan tarif (TOU) dari Tokyo Electric Power Company (TEPCO) dan juga FIT untuk rumah yang memasang sistem fotovoltaik. Dengan skema tersebut, konsumen bisa mengurangi tagihan listrik mereka dengan strategi seperti berikut,

  • Membeli dan menyimpan listrik dari jaringan pada jam-jam off-peak (11 pm – 7 am) seharga ¥11.82/kWh [US $0.12]
  • Menjual listrik yang dihasilkan dari fotovoltaik ke jaringan dengan tarif FIT seharga ¥38.0/kWh [US $0.38]
  • Menggunakan listrik dari fotovoltaik pada siang hari, jikta tidak membayar  ¥30.77 (10 am – 5 pm) [US $0.31] dan menggunakan listrik yang tersimpan di batere antara jam 7 sampai jam 10 am dan antara jam 5 sampai jam 11 , jika tidak membayar ¥25.2/kWh [US $0.25

Dengan sistem ini, konsumen bisa membli listrik pada saat harga terendah, dan juga bisa menjual pada harga tertinggi. Strategi ini diilustrasikan pada Gambar 2.

1-large-fighting-blackouts-japan-residential-pv-and-energy-storage-market-flourishing

Gambar 1. Tarif listrik TEPCO dan juga FIT dalam fungsi waktu

2-large-fighting-blackouts-japan-residential-pv-and-energy-storage-market-flourishing

Gambar 2. Strategi penghematan tagihan listrik dengan menggunakan kombinasi sistem PV dan batere

Untuk mensokong hal ini, para produsen fotovoltaik di Jepang seperti Panasonic, Kyocera, dan Sharp mulai menawarkan paket lithium-ion batere dengan modul fotovoltaik. Sebagai contoh Kyocera telah merilis lithium-ion batere untuk home konsumen terbesar di Jepang dengan kapasitas 14.4 kWH yang dijual seharga ¥4.45million [US $43,784], yang memungkinkan suplai listrik ke alat-alat elektronik seperti kulkas, TV, komputer sampai 24 jam. Untuk mendistribusikan produknya ini, mereka berkerja sama dengan Rakuten, yang merupkan situs belanja online terbesar di Jepang, dan menawarkan paket polycrystalline silikon fotovoltaik dan lithium battery pada harga yang relatif terjangkau. Mereka menawarkan beberapa paket tergantung dari kapasitasnya mulai dari harga ¥2.94 million ($29,730)  dengan sistem 2.28 kW sampai ¥4.168 million ($42,153) dengan sistem 6.27-kW .

Untuk mengatasi biaya investasi yang besar diawal oleh konsumen, salah satu perusahaan yaitu One Energy Corp. juga menawarkan pembelian angsuran perbulan dari mulai ¥3,045 ($31) sampai ¥5,145 ($52) perbulan dengan biaya gratis diawal (zero upfront payment).

Skema penghematan listrik dengan cara kombinasi fotovoltaik dan batere ini menunjukan bahwa dengan regulasi dan dukunganyang baik dari pemerintah, win-win solution bisa didapatkan dari pihak konsumen maupun produsen.

*Sumber: diadaptasi dan diterjemahkan secara bebas dari http://www.renewableenergyworld.com/rea/news/article/2013/05/fighting-blackouts-japan-residential-pv-and-energy-storage-market-flourishing?cmpid=WNL-Wednesday-May15-2013

Rahasia keberhasilan Jepang dalam pengaplikasian energi surya -sejarah kebijakan pemerintah- (part 1)

Jepang adalah salah satu negara yang terkenal sangat giat dalam menggalakan pengaplikasian energi terbarukan, termasuk energi surya. Pencapaian Jepang sehingga menjadi salah satu negara eksportir dan juga pemakai fotovoltaik atau sel surya terbesar didunia tidak lepas dari kebijakan pemerintah Jepang yang agresif dan dinamis sesuai dengan perkembangan pasar ataupun kondisi global. Tulisan ini memaparkan sejarah kebijakan pemerintah Jepang dalam pengaplikasian energi surya hingga saat ini  yang saya pelajari dari jurnal-jurnal ilmiah, website, dan juga kondisi real disini karena keterlibatan saya dalam riset fotovoltaik di Jepang. 

“Learn from the best to be the best”, kalimat bijak tersebut sering didengungkan agar kita belajar menjadi lebih baik  dan menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Hal ini tidak terkecuali dalam kebijakan-kebijakan pemerintah, kebijakan pemerintah yang tepat dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain, kurang atau lebih akan menimbulkan efek positif yang serupa bagi negara sendiri. Dalam industri fotovoltaik, Jepang adalah salah satu pemain utama. Dalam beberapa tahun belakang ini Jepang selalu menjadi nomor satu dalam hal jumlah fotovoltaik yang terpasang, sebelum disalip oleh Jerman pada tahun 2004. Sampai tahun 2009, Jepang tercatat sebagai negara ketiga terbesar berdasarkan jumlah total fotovoltaik terpasang, yaitu sebesar 2.633 MW, dibelakang Jerman dengan 9.779 MW dan Spanyol dengan 3.386 MW dari total fotovoltaik terpasang di seluruh dunia sebesar 22.878 MW.

Grafik total fotovoltaik yang terpasang diseluruh dunia pertahun (gambar : European Photovoltaic Industry Association)

Keberhasilan implementasi fotovoltaik secara massal di Jepang selalu menjadi bahan rujukan untuk implementasi kebijakan fotovoltaik di berbagai negara. Jepang memiliki kebijakan-kebijakan mengenai energi surya yang agresif, sesuai dengan dinamika pasar dan juga kondisi global, yang menjadi kunci juga bagi Jerman dan Spanyol dalam pesatnya perkembangan fotovoltaik di negara tersebut. Tidak berlebihan juga apabila Jepang disebut “know-how” dalam industri fotovoltaik, baik dalam hal teknologi terbaru maupun implementasinya untuk massal.

Awal mula pengembangan fotovoltaik di Jepang (Sunshine Project[1974-1992])

 Jepang adalah negara yang sangat bergantung kepada impor untuk mensuplai kebutuhan energi di dalam negeri. Pada tahun 2010, sekitar 96% energy yang disuplai di Jepang adalah berasal dari impor. Dari jumlah ini, sekitar 50% berasal dari minyak bumi. Bahkan pada tahun 1973, jumlah prosentase ketergantungan terhadap minyak bumi ini jauh lebih besar, yaitu 77%. Walaupun dengan sejumlah keterbatasan dalam suplai energy dan juga geografisnya yang tidak diberkati dengan sumber energy fosil yang melimpah, ekonomi Jepang dapat mencapai perkembangan yang stabil pada tahun 1960-an dan 70-an berkat usaha fokus dalam pengembangan teknologi-teknologi terbaru diberbagai bidang.

Namun, terjadinya krisis minyak pertama pada tahun yang sama akibat perang di timur tengah berdampak sangat besar terhadap perkembangan ekonomi Jepang yang pada saat itu merupakan negara yang paling tumbuh pesat di dunia secara ekonomi. Situasi ini mendorong pemerintah Jepang untuk mulai mengurangi ketergantungannya terhadap minyak bumi dengan mendorong pemakaian gas alam dan batubara, mengembangkan energy nuklir dan juga energi-energi terbarukan, salah satunya energi surya.

Segera setelah terkena dampak akibat krisis minyak pertama, pada tahun berikutnya, 1974, pemerintah Jepang menggulirkan proyek untuk menginisiasi penggunaan energy baru sebagai energy alternatif, yang dinamakan proyek “Sunshine”. Proyek ini juga didorong oleh visi MITI (Ministry of International Trade and Industry) Jepang untuk 1970s yang dicetuskan pada tahun 1971 untuk membentuk struktur industri yang berbasis intensif-keilmuan yang mengurangi ketergantungan terhadap energy dan material sehinga mengurangi dampak terhadap lingkungan, namun lebih berfokus kepada teknologi. Visi ini terbentuk akibat dari kerusakan lingkungan yang serius di area semenanjung Pasifik Jepang akibat perkembangan yang sangat pesat dari industri yang berbasis alat berat dan bahan kimia. Untuk mengatasi hal ini, MITI mengaplikasikan kebijakan pemerintah dan juga rancangan R&D untuk mengembalikan ekosistem menjadi lebih baik dengan mengembangkan sistem energi yang ramah lingkungan, yang merupakan ide awal dari proyek Sunshine.

Salah satu kota di Jepang yang mengaplikasikan fotovoltaik di atap-atap rumah yang merupakan salah satu target proyek “Sunshine”

Proyek Sunshine ini berfokus kepada pengembangan “clean energy” yang mencakup (i) Energi terbarukan seperti energi surya, panas bumi, angin, laut, dan biomass, (ii) Teknologi batu bara bersih yang berfokus kepada liquefaction batu bara dan gasifikasi batu bara, dan (iii) energi hidrogen. Untuk pengembangan energy surya, lebih berfokus kepada  penerapan fotovoltaik (PV) yang terdistribusi, terkoneksi jaringan, dan terinstalasi di atap rumah-rumah. Jepang adalah negara yang memiliki banyak pegunungan sehingga area yang terpakai menjadi terbatas. Dengan alasan ini, sistem fotovoltaik (PV) yang terdistribusi di berbagai area merupakan alternatif yang terbaik. Kota-kota yang didiami penduduk juga hampir seluruhnya terkoneksi jaringan listrik, sehingga apabila sistem PV membutuhkan backup dari sumber energy utama, koneksi dengan jaringan listrik utama adalah salah satu solusinya. Harga tanah di Jepang juga sangat tinggi dikarenakan keterbatasan tanah yang flat untuk didiami atau diberdayakan, kondisi seperti ini juga menjadi hambatan untuk penggunaan sistem array PV yang menggunakan area luas. Oleh karena itu, penggunaan PV di atap-atap rumah untuk meminimumkan penggunaan area menjadi fokus utama pemerintah Jepang.

 Fokus Pengembangan fotovoltaik (PV) di Jepang dalam proyek Sunshine

Untuk mendukung promosi dan juga R&D dari energy terbarukan, pada tahun 1980 dibentuk New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) yang merupakan badan semi-pemerintah dibawah Ministry of Economy and Industry (METI), tepat setahun setelah terjadinya krisis energy dunia pada tahun 1979. Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah, untuk mendukung misi NEDO tersebut, peran dari NEDO secara umum terbagi menjadi dua yaitu,

1. Koordinasi R&D di bidang energy terbarukan

NEDO mengkordinasikan aktivitas R&D berkolaborasi dengan sektor industri, akademisi, dan pemerintahan untuk mencapai hasil yang maksimal.

2.Manajemen Professional dari aktivitas R&D

NEDO juga berfungsi sebagai organisasi professional manajemen proyek-proyek yang lingkup fungsinya termasuk menemukan teknologi terbaru, promosi proyek skala menengah atau jangka panjang, dan juga support untuk aplikasi praktikal.

 

Peran berbagai sektor termasuk NEDO dalam manajemen riset maupun pengaplikasian fotovoltaik (Gambar: hak cipta Hideki Fukuda, NEDO)

New Sunshine Program (1993-2000)

Sejak digulirkannya proyek Sunshine pada tahun 1974, beberapa pencapaian yang signifikan telah berhasil dicapai. Sebagai contoh produksi domestik sel surya meningkat dari 1,024 MW/tahun pada tahun 1981 menjadi 20 MW/tahun pada tahun 1992, dan juga harga produksi sel surya turun dari sebelumnya 4000 yen/Wp pada tahun 1981 menjadi 600 yen/Wp pada tahun 1991. Hal ini tidak lepas dari kekonsistenan pemerintah Jepang dalam menjalankan R&D untuk pengembangan teknologi sel surya yang melibatkan sektor industri, pemerintah, dan akademisi, dan juga promosi pengaplikasian teknologi surya untuk skala massal.

Disamping terobosan-terobosan baru dalam hal teknologi energi terbarukan, isu lingkungan seperti pemanasan global juga menjadi tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan ditengah kondisi peningkatan jumlah penduduk global dan juga semakin berkurangnya cadangan energy dari fossil. Pada tahun 1993, pemerintah Jepang melalui MITI membentuk “New Sunshine Program” untuk pengembangan teknologi energy terbarukan dan teknologi lingkungan. Program ini merupakan gabungan  dan kelanjutan dari proyek Sunshine yang dimulai pada tahun 1974, proyek Moonlight yang dimulai pada tahun 1978 untuk pengembangan teknologi yang efisien dan hemat energi, dan proyek R&D untuk teknologi lingkungan yang dimulai tahun 1989 untuk mengurangi polusi lingkungan.

Bersambung ke part 2